Rabu, 30 Mei 2012

Batik Tulis Kediri



Kediri yang biasanya dikenal dengan sebutan Kota Tahu ternyata juga memiliki kerajinan khas yang berada di Dusun Banjarejo, Desa Besuk, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Sebuah papan nama bertuliskan Kerajinan Batik yang berdiri tegak di depan pagar pintu masuk beberapa rumah. Di plang tersebut tertulis ”Esri Batik” dan di bawahnya tertera nomor kontak yang bisa dihubungi. Namun, papan nama berwarna coklat tersebut sudah mulai pudar. Terlalu lama tersiram panas dan hujan.



Ketika saya masuk ke rumah salah satu perajin Batik, dan dipersilakan oleh seorang wanita, terlihat suasana bahwa tempat itu menjadi lokasi industri batik tulis. Di salah satu sudut ruangan terdapat beberapa kain batik. Bermacam-macam coraknya. Sebagian tergantug di tembok. Yang lain ada di etaalase tersebut. Tidak lama, seorang wanita muda keluar dari ruang dalam dengan menggendong seorang anak. Wanita itu kemudian memperkenalkan diri. Nama seorang wanita itu adalah Herlin, berusia 26 tahun, merupakan pemilik rumah usaha batik tersebut.
”Saya sudah lima tahun di sini,” terang wanita yang memulai usahanya sejak tahun 2004 tersebut. (Wawancara 6 September 2009). Wanita asal Malang ini tidak punya latar belakang khusus tentang Batik. Dia juga tidak pernah belajar dari orang secara spesial. Dia terjun ke industri batik terhitung tidak sengaja.




”Awalnya saya melihat batik teman saya di Madura, kemudian muncul inspirasi untuk menekuni usaha batik,” terangnya. Kemudian, Herlin mencoba membuat desain Batik dan membawanya ke Bali. Di Pulau Bali ini Herlin bertemu dengan orang dari luar negeri Italia. Singkat cerita orang wisatawan tersebut kemudian memesan kain seperti desain yang dibawa Herlin.
Herlin pun membawa desain itu ke rumah. Kemudian berupaya memenuhi permintaan orang dari luar negeri Italia tersebut. ”Karena pesannya dalam jumlah besar, saya kemudian merekrut tenaga kerja banyak pula,” (Wawancara 6 September 2009). Saat itu Herlin merekrut 35 pekerja. Orang yang direkrutnya bukan sembarangan orang. Tapi yang sudah memiliki kemampuan membuat batik tulis. ”Semuanya berasal dari Pekalongan,” tuturnya. Sukses memasarkan batik tulis ke Luar negeri Italia, belum memuaskan bagi Herlin. Dia terus melakukan upaya pengembangan. Yaitu dengan sering mengikuti pameran.
”Pernah di Jakarta, tapi yang sering di Bali,” ungkap ibu satu anak ini. Menurutnya banyak orang yang tidak percaya waktu pertama kali membuat batik dia langsung memenuhi pesanan dari luar negeri.



Apalagi, walaupun sudah beberapa kali mengirimkan produknya ke luar negeri, namun untuk daerah lokal Esri Batik kurang begitu dikenal. Maklum Herlin tidak pernah mempromosikan usahanya lewat media. Dia hanya menyampaikan lewat mulut ke mulut atau istilahnya metode personal selling dalam bahasa jawanya ”getok tular”. Esri Batik tidak membatasi pembeli untuk kalangan tertentu saja. ”Selain pesanan saya juga melayani pembelian individu,” terangnya. Harganya juga beragam. Mulai dari Rp 100.000 sampai Rp 25.000.000 perpotong dengan bermacam-macam produk. Mulai dari kain, selendang, sarung dan baju ”Kalau yang murah itu membuatnya dengan batik cap,” (Wawancara 6 September 2009).



Memproduksi batik cap lebih cepat dibandingkan batik tulis. Tapi untuk saat ini batik cap tidak lagi diproduksi. Karena tidak ada pesanan. ”Kalau batik cap sehari bisa sampai produksi 30 sampai 50 potong. Sementara untuk satu batik tangan dibutuhkan waktu sekitar satu sampai dua minggu untuk setiap potongnya,” ujarnya. Demikian pula dengan baju. Dia tidak membuat bila tidak ada pesanan. Membuat baju membutuhkan proses yang lama. Selain itu, untuk membuat baju juga membutuhkan karyawan yang lebih banyak lagi. Yang menarik, klaim negara tetangga Malaysia terhadap batik ternyata juga membawa berkah tersendiri. Karena justru membantu pertumbuhan industri batiknya. ”Dagangan saya banyak yang dibeli orang malaysia lewat Bali,” (Wawancara 6 September 2009).



Sebenarnya Herlin tahu batiknya akan dijual lagi di Malaysia. Dan dia juga belum mematenkan karyanya itu. ”Saya tidak takut kalau ada orang yang menjiplak, karena menurut saya itu setiap batik memiliki karakternya sendiri-sendiri.,” kata Herlin. Motif Batik dari Gurag, Kediri ini memiliki kekhasan bila dibandingproduk dari daerah yang lebih dikenal batiknya. Guratan garis-garis di batik asal Gurah, Kediri ini cenderung kontemporer, jadi tidak terpaku dengan batik terdahulu. Soal motif batik Gurah, Kediri ini akan terus berinovasi. Sebab, selain kualitas yang harus terus dicari temuan baru adalah motif. Ini bertujuan untuk menghindari konsumen jenuh.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar