Senin, 02 April 2012

Kisah Karl Max Sang Pemuja Iblis



Masih berusia 18, Marx telah menetapkan
rencana untuk sisa hayatnya - Ia tidak
ber-utopia melakukan pelayanan bagi umat
manusia, kaum proletariat, atau sosialisme.
Ia hendak bekerja bagi iblis: mengutuk semua
umat manusia agar jatuh ke neraka. Ia ingin
menghancurkan dunia ini, membangun
singgasana kerajaannya berlandaskan
kegoncangan, penderitaan, dan bergejolaknya
dunia. (WIKIPEDIA)

Sangat disayangkan, setelah mengalami suatu peristiwa gaib pada usia 18 tahun, Marx berubah menjadi seorang pengikut setan. Ini terlihat jelas dari puisi konvesionalnya, panggilan anggota keluarga terhadap dirinya (iblis tercinta dan gembala), sealiran yang mengelilinginya, model rambutnya, cara Marx berdoa, menantu yang direstuinya dari aliran setan, serta pilihannya pada tanah pemakaman bagi para pengikut setan.

Jika dilihat dari data yang ada sekarang, mungkin sekali setan telah menampakkan diri di hadapannya saat ia terhanyut kegirangan dalam dunia khayal nafsu birahi dan berfoya-foya, dan itu membuat Marx percaya bahwa dialah orang pilihan setan sebagai pewarta di tengah umat manusia. Misinya membangkitkan si raja teror, dengan bujuk rayunya mengenai ‘kehidupan yang bahagia’ dengan membuat umat manusia berdalih ‘tidak percaya Tuhan’ dan kemudian ‘menentang Tuhan’ sehingga terjerumus ke dalam neraka.

Sejak 200 tahun yang lalu Marx dipilih setan, lalu siapa yang dipilih setan pada kehidupan kali ini? Di dalam karya sastranya, Marx secara jelas telah menyatakan, bahwa para pengikut partai komunis ‘akan menemui Marx setelah mati,’ mereka semua akan diberi tanda, dan mulai saat ini mereka semua akan masuk neraka “untuk menemani saya.”

Siapa yang tidak berharap akan masa depan yang cerah? Rakyat Tiongkok yang telah diracuni paham komunis Marxis Leninis, kini sedang berada dalam belas kasih para Dewa dan Buddha untuk bertobat…

Jenderal Sergius Riis warga AS yang merupakan salah seorang pengagum Karl Marx, secara khusus mendatangi kediaman Marx di London setelah Marx meninggal dunia. Semua keluarga Marx sudah pindah dari sana, satu-satunya yang dapat ditemuinya saat itu hanyalah pembantu Marx bernama Helen.

Fakta yang dikatakan Helen sungguh mengejutkan Riis: “Ia seorang yang sangat taat pada Tuhan. Saat sakit keras, ia mengurung diri di dalam kamar, membebat kepalanya dengan kain, dan berdoa sambil menghadap sebaris lilin yang menyala.” Jenderal AS ini ragu: kepada siapakah Karl Marx berdoa? Mana ada ritual keagamaan yang aneh seperti itu?

Sepenggal kalimat ini diterjemahkan dari buku yang berjudul Marx and Satan (Marx dan Setan) karya Von Richard Wurmbrand yang diterbitkan pada 1986, oleh penerbit Living Sacrifice. Artikel tersebut mengacu pada sejumlah artikel lainnya yang berasal dari situs www.marxists.org yang berjudul “Pengultusan Marx - Berasal Dari Satanisme”, Was Karl Marx A Satanist? (Apakah Marx Seorang Pengikut Setan?), dan lain-lainnya.

Awalnya Umat Kristiani
Pada awalnya Marx merupakan umat Kristen. Pada salah satu bait AlKitab “Johannes 15 : 1-14 Manunggal: Makna Menjadi Satu, Keharusan dan Dampaknya”, ia menulis: “menjadi satu dengan Kristus, yakni di tengah persahabatanNya yang akrab dan menyegarkan, di tengah kenyataan seperti ini: Ia selalu ada di hadapan kita dan di dalam hati kita.”

Ayahnya Henry Marx, seorang pengacara senior menggantungkan harapan sangat besar terhadap putra berbakatnya Karl Marx. Rolv Heuer di dalam bukunya yang berjudul “Genius dan Hartawan” mengatakan: “Pengacara senior Henry Marx memberikan 700 uang perak setiap tahunnya kepada Karl Marx sebagai uang jajannya sewaktu di perguruan tinggi, sementara di saat itu sangat sedikit orang yang memiliki pendapatan tahunan melebihi 300 uang perak.”

Mahasiswa dari kalangan darah biru seperti dirinya tentu sulit untuk menjalani penderitaan hidup sesuai doktrin Kristen. Victor Hugo dalam buku ‘Les Miserables’ (Tragedi Dunia) pernah menggambarkan sekelompok mahasiswa yang berhura-hura semasa studi mereka, padahal kekuatan finansial para mahasiswa tersebut masih kalah jauh dibandingkan Marx.

Kehidupannya di perguruan tinggi yang glamour membuat Marx merasa terkekang dengan segala larangan di dalam agama ortodoks, ia mendambakan seks bebas sejati, dan bersamaan dengan itu suatu aliran setan yang diam-diam menyebar di dataran Eropa tepat memenuhi keinginannya itu. Marx pun menghamburkan uangnya untuk berhura-hura, sehingga terlibat perselisihan tiada berkesudahan dengan kedua orang tuanya, hilangnya rasa kekeluargaan, jiwa yang hampa, sehingga menjerumuskannya ke dalam jerat organisasi rahasia pengikut setan.

Bergabung Aliran Sesat
Tak lama setelah itu, suatu peristiwa gaib terjadi. Dalam suatu naskah yang ditulisnya di masa kuliah, terdapat jawabannya. Naskah itu berjudul Oulanem.

Di dalam aliran setan ada suatu ritual persembahan yang disebut ‘pertemuan hitam.’ Pemimpin ritual tersebut akan membaca mantera di tengah malam. Lilin hitam akan diletakkan terbalik di altar persembahan, pemimpin ritual mengenakan jubah hitam secara terbalik, dan membaca sesuai buku mantera, namun urutan pembacaan sama sekali terbalik, termasuk nama Yesus, Maria, dan nama suci lainnya semua dibacakan terbalik. Sebuah salib diletakkan terbalik atau diinjak di bawah telapak kaki, sebuah alat yang dicuri dari gereja diukirkan nama setan, guna pencegahan pemalsuan.

Di tengah ‘pertemuan hitam’ ini, sebuah Alkitab akan dibakar. Lalu semua peserta ritual akan bersumpah untuk melakukan 7 dosa besar yang dilarang dalam agama Kristiani, dan selamanya tidak akan berbuat baik. Lalu mereka akan berpesta melampiaskan hawa nafsu.

Oulanem ialah nama suci Emmanuel yang ditulis secara ngawur dan terbalik. Emmanuel sendiri merupakan salah satu nama Yesus di dalam Alkitab, yang artinya ‘Tuhan beserta kita’ di dalam bahasa Hibrani. Aliran iblis hitam berpendapat bahwa penulisan terbalik seperti ini lebih efektif. Dalam puisi Sang Pemeran di dalam buku Oulanem, Marx menuliskan pengakuan yang aneh sebagai

“Hawa neraka menguap dan memenuhi otak saya, hingga saya menggila, hati saya berubah sama sekali. Lihat pedang ini? Raja Kegelapan menjualnya kepada saya, ia memecut waktu bagi saya, dan memberikan tanda pada saya, tarian kematian saya bawakan dengan semakin nekat.”
Dari tulisan ini semakin jelas menunjukkan bahwa Marx telah menandatangani kontrak dengan setan.

Perkataan ini memiliki makna khusus: di tengah ritual penghubung dalam aliran setan, sebilah pedang yang telah disihir dan dapat memastikan suatu keberhasilan, akan dijual kepada sang penghubung. Lalu yang harus dibayar oleh sang penghubung adalah menandatangani perjanjian dengan setan menggunakan darah yang berasal dari urat nadinya sendiri, sehingga setelah ia mati nanti, maka arwahnya akan menjadi milik setan.

Seorang penganut Marxisme bernama Franz Mehring dalam bukunya berjudul 'Karl Marx' menulis, “Henry Marx sama sekali tidak mengira bahwa kekayaan bertumpuk yang diwariskannya pada Karl Marx akan membantu mewujudkan hal yang paling ditakutinya, namun samar-samar ia sepertinya telah menyadari bahwa putra kesayangannya telah dirasuki iblis.”

Pada 2 Maret 1837, ayah Karl Marx mengirim surat yang mengatakan: “Saya pernah mendambakan suatu hari nanti engkau akan membawa nama besar dan meraih keberhasilan, namun ini bukanlah satu-satunya harapan di dalam hati saya. Semua ini pernah menjadi harapan jangka panjang saya, namun kini saya beritahu padamu, terwujudnya harapan tersebut tidak akan membuat saya bahagia. Hanya dengan menjaga kesucian hatimu, berdetak dengan penuh sifat kemanusiaan, tidak membiarkan hatimu dirasuki setan, hanya dengan demikian dapat membuat saya bahagia.”

Akhirnya saat di perguruan tinggi Marx bergabung dengan Gereja Setan pimpinan Joanna Southcott, dan menjadi pengikutnya. Pada 10 November 1837, ia membalas surat ayahnya:

“Selapis cangkang luar telah terkelupas, sisi yang suci pada diri saya terpaksa meninggalkan saya, suatu arwah baru pasti akan menggantikannya. Suatu kegilaan yang sesungguhnya telah menguasai saya, saya tidak dapat menenangkan roh jahat ini.” (EpochTimes/lie)



Di zaman Marx, kaum pria umumnya memelihara
kumis, namun bentuk kumis mereka berbeda dengan
Marx, dan tidak berambut gondrong. Penampilan
Marx waktu itu adalah simbol pengikut setia
Joanna Southcott, pemimpin perempuan dalam
organisasi pengikut ajaran setan. Meskipun partai
komunis mengklaim sebagai ateis, namun sejak awal
hingga akhir Karl Marx sendiri adalah umat
Kristiani yang taat. Sampai usia 17 tahun ia
adalah seorang umat Kristiani dan dalam karya
tulis kelulusan SMA ia menulis: 'Jika tidak ada
kepercayaan terhadap Tuhan, dan tidak sejalan
dengan Kristus, maka umat manusia tidak akan
memiliki moralitas sempurna, dan tidak akan
merasa puas dalam mengejar kebenaran dan
pencerahan. Hanya Tuhanlah yang dapat
menyelamatkan kita.' (WIKIPEDIA)
Marx Hendak Musnahkan Manusia

Berikut ini kutipan naskah Oulanem :
“Kedua lengan muda saya telah dipenuhi dengan kekuatan, dengan terjangan dahsyat akan menggenggam dan menghancurkanmu - wahai manusia. Di tengah kegelapan, pintu neraka tanpa dasar terbuka bagi kau dan aku, kau akan jatuh ke dalamnya, aku akan tertawa terbahak dan mengikutimu, dan berbisik di telingamu: turunlah dan temani aku, kawan!”

Dalam Alkitab yang dipelajari Marx di sekolah menengah dikatakan, iblis dijebloskan ke dalam neraka tanpa dasar oleh seorang malaikat (Alkitab – Wahyu 20:3). Neraka tanpa dasar ini dipersiapkan bagi iblis dan para malaikat yang berubah jahat, dan Marx justru hendak menjerumuskan seluruh umat manusia ke dalam neraka ini.

Dari perkataan pemuda ini kita memiliki dalih untuk berpikir demikian: ia memimpikan umat manusia akan terjerumus ke dalam neraka tanpa dasar, sementara ia sendiri, akan tertawa terbahak dan mengikuti para manusia tak ber-Tuhan yang tertipu oleh paham ateis itu. Selain sang penghubung dalam Gereja Setan, di dunia ini tidak ada tempat yang memiliki pemikiran seperti ini.

Setelah Oulanem mati, Marx menulis: “Hancur, hancur. Waktuku telah tiba. Jam berhenti berdetak, bangunan kecil itu telah runtuh. Aku akan segera merangkul keabadian, dan seiring dengan suatu auman liar, akan terucap kutukan kepada seluruh umat manusia.”

Saat menulis Oulanem, Marx masih berusia 18 tahun. Waktu itu rencana hidupnya yang telah digariskannya sudah sangat jelas. Ia tidak berangan-angan untuk bekerja melayani umat manusia, kaum proletariat, ataupun sosialisme, ia hanya ingin bekerja bagi iblis; mengutuk manusia agar terjerumus ke dalam neraka. Ia hendak menghancurkan dunia ini, membangun singgasana kerajaannya dengan berlandaskan kegocangan, penderitaan, dan bergejolaknya dunia.

Marx sangat menyukai kata-kata iblis jahat Mephistopheles dalam The Fused dari Goethe:
“Segala sesuatu yang eksis seharusnya dimusnahkan.” Segala sesuatu - termasuk para buruh dan orang-orang yang berjuang demi paham komunisme itu sendiri. Marx sangat suka mengutip perkataan itu, sementara Stalin justru menjalankannya dengan setia, bahkan rela menghancurkan keluarganya sendiri.

Kita mulai memahami apa yang sesungguhnya terjadi pada pemuda bernama Karl Marx ini. Dulunya ia pernah mempunyai idealisme dalam agama Kristen, namun sama sekali tidak melaksanakannya. Dalam korespondensi dengan sang ayah membuktikan, ia telah menghamburkan banyak uang untuk berfoya-foya, yang menyebabkan keretakan hubungan dengan kedua orang tuanya serta bentrok dan konflik tiada akhir.

Dalam keadaan seperti ini, ia telah terjerumus ke dalam jerat organisasi pengikut organisasi ajaran setan, dan sudah pernah menjalani ritual persembahan. Setan dapat menampakkan diri di dalam halusinasi para pengikutnya saat mereka sedang melampiaskan nafsu dan kegilaan mereka, dan dapat berbicara melalui mulut mereka. Saat Marx mengatakan: “Saya akan membalas dendam pada Tuhan”, nyata sekali bahwa ia telah menjadi juru bicara setan.

Paham Sosialisme Hanyalah Perangkap Setan
Setelah Marx merampungkan Oulanem dan sejumlah puisinya di masa awal (di dalam puisinya Marx sendiri mengaku telah menandatangani kontrak dengan iblis), bukan saja ia tak memiliki konsep sosialisme, bahkan ia menentang keras paham tersebut.

Waktu itu ia adalah redaktur utama Rheinische Zeitung dalam bahasa Jerman, media cetak ini “sama sekali tidak menolerir paham komunis dalam bentuk apa pun bahkan hanya sekedar teori sekalipun, apalagi menerapkannya? Bagaimana pun juga hal ini sama sekali tidak mungkin…”

Tapi setelah itu, Marx bertemu dengan Moses Hess. Orang ini memainkan peran paling penting dalam kehidupan Marx, dialah yang membawa Marx pada konsep pemikiran paham sosialisme. Dalam sepucuk suratnya kepada B. Auerbach (1841), Hess menyebutkan bahwa Marx adalah “paling agung bahkan mungkin satu-satunya, tokoh filosofi muda (24) yang akan memberikan pukulan telak terhadap agama dan ilmu filsafat.”

Bisa dilihat, tujuan utamanya adalah menyerang agama dan bukan mewujudkan paham sosialisme. Kenyataannya, Marx sangat membenci segala sesuatu yang bersifat Ketuhanan, dan tidak ingin mendengar kata-kata Tuhan. Paham sosialisme hanyalah suatu perangkap untuk memancing para kaum proletariat dan kaum cendekia untuk mewujudkan idealisme setan saja.

Seorang teman Marx lainnya yakni Georg Jung pada 1841 secara lebih jelas lagi menuliskan, Marx pasti akan mengusir Tuhan dari surga, dan bahkan akan menggugat Tuhan. Pada akhirnya Marx secara konsekwen tidak mengakui keberadaan Sang Pencipta. Dan jika Sang Pencipta tidak eksis, maka tidak akan ada lagi orang yang akan membuat larangan terhadap kita, sehingga tidak perlu bertanggung jawab kepada siapa pun. Manifesto Marx “pengikut komunisme sama sekali tidak mempropagandakan moral” memastikan hal ini.

Di zaman Marx, kaum pria umumnya memelihara kumis, namun bentuk kumis mereka berbeda dengan Marx, dan tidak berambut gondrong. Penampilan Marx waktu itu adalah simbol pengikut setia Joanna Southcott, pemimpin perempuan dalam organisasi pengikut ajaran setan. Ia mengaku bisa berkomunikasi dengan Shiloh si iblis jahat. Ia meninggal pada 1814, dan 60 tahun kemudian, seorang aktivis bernama James White, mengembangkan doktrin Joanna, dengan memberikan bumbu-bumbu paham komunisme di dalamnya.

Marx agak jarang membicarakan masalah metafisika secara terbuka, tapi dari orang-orang yang berhubungan dengannya dapat kita kumpulkan informasi mengenai pandangannya. Marx dan seorang pengikut anarkisme dari Rusia yang bernama Mikhail Bakunin bersama-sama membentuk “Internasional Pertama”. Bakunin menulis:

“Pemimpin iblis itu adalah setan pemberontak terhadap Tuhan. Di dalam pemberontakan itu, kebebasan umat manusia akan terjadi di mana-mana, itulah revolusi. Para pengikut paham sosialisme bersemboyan: ‘atas nama pemimpin yang diperlakukan salah’. Setan, sebagai pemberontak sejati, adalah penyelamat dunia dan pemikir paham kebebasan pertama, setan membuat manusia merasa malu dengan ketidak tahuan dan kepatuhan mereka; setan membebaskan manusia, memberi tanda kebebasan dan kemanusiaan di kening setiap manusia, membuat manusia memberontak dan memakan buah pengetahuan.”

Bakunin tidak hanya memuja Lucifer, ia juga memiliki rencana revolusi yang konkrit, akan tetapi rencana ini tidak akan bisa membebaskan rakyat miskin yang terus diperas. Ia menulis: “Di tengah revolusi ini, kita harus membangunkan iblis jahat di dalam diri setiap manusia, agar dapat membangkitkan emosi yang paling bengis dalam diri mereka. Misi kita adalah menghancurkan, dan bukan membimbing mereka. Gairah akan kehancuran adalah gairah yang inovatif.” (TheEpoch Times/lie)

Semua Teman Dekatnya Pengikut Setan
Proudhon, seorang pemikir paham sosialis penting lainnya, di saat yang sama juga merupakan teman Marx, yang sama-sama memuja iblis. Model rambut dan jenggot Proudhon mirip dengan Marx, dan Proudhon juga menulis karya yang menghujat Tuhan dan memuja iblis.

Sastrawan terkenal Jerman, Heinrich Heine, adalah seorang teman dekat Marx lainnya. ia juga seorang pemuja iblis. Ia menulis: “Aku memanggil iblis, maka iblis pun datang, dengan terheran-heran, aku perhatikan wajahnya; si iblis tidak jelek, juga tidak ada yang cacat, ia seorang pria yang manis dan menarik.”

Marx sangat mengagumi Heinrich Heine. Hubungan mereka sangat erat. Mengapa Marx begitu memuja Heine? Mungkin juga karena pemikiran setannya sebagai berikut:

“Aku mempunyai suatu angan. Di depan rumahku ada sebuah pohon yang indah, jika Tuhan tercinta membuatku bahagia, maka Ia seharusnya memberiku kebahagiaan seperti ini: membuat saya dapat melihat beberapa musuh saya digantung mati di pohon itu. Dengan hati penuh belas kasihan, setelah mereka mati, aku akan mengampuni semua kesalahan yang pernah mereka perbuat padaku. Ya, kita memang harus mengampuni semua musuh kita, namun bukan sebelum mereka digantung mati.”

Seseorang yang baik dan lurus, akankan memilih orang seperti ini sebagai teman dekatnya? Namun semua orang yang ada di sekitar Marx adalah orang yang demikian. Lunatcharski, seorang filsuf Kementrian Pendidikan Uni Soviet, dalam tulisannya, ‘Paham Sosialis dan Kepercayaan’ pernah menuliskan: Marx telah membuang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan Tuhan, dan telah menempatkan iblis di depan barisan proletariat yang sedang berjalan maju.”

Ingin Disejajarkan dengan Tuhan
Putri kesayangan Marx, Eleanor, atas persetujuan Marx menikahi Edward Eveling. Padahal Eveling pernah menulis naskah pidato berjudul “Kejahatan Tuhan”. (Tepatnya inilah yang dilakukan para pengikut iblis. Berbeda dengan penganut ateis, mereka tidak menyangkal keberadaan Tuhan. Selain menipu orang, mereka sendiri tahu persis bahwa Tuhan itu ada, hanya saja mereka mengatakan Tuhan itu jahat. Berikut kalimat dalam puisi mereka yang mengungkapkan niat mereka memuja iblis:

Kepadamu, kuberanikan diri mempersembahkan puisi ini. Oh, iblis, raja pesta yang akan segera naik tahta!

Oh, pendeta, kuhindari jauh percikan air dan ceramahmu, karena iblis selamanya tidak berada di belakangmu.

Ibarat angin yang bersayap, ia merampas para umat, oh, iblis yang agung!

Pujalah, demi sang pembela yang agung ini!

Bakar dupa, bersumpah, persembahkan padamu, kau seret turun Tuhan si pendeta dari tahta kerajaannya!

Informasi lainnya terdapat dalam surat yang ditulis putra Marx bernama Edgar pada 21 Maret 1854. Pembukaan surat itu saja sudah sangat mengejutkan: “Iblisku tercinta.” Bagaimana mungkin seorang putra menyebut ayahnya dengan panggilan kurang ajar seperti itu? Akan tetapi, begitulah para pengikut setan memanggil orang-orang yang mereka cintai. Apakah putranya sudah menjadi pengikut setan?

Fakta penting lainnya adalah, istri Marx pada Agustus 1844 pernah menulis padanya dengan mengatakan: “Surat terakhir pendetamu, pendeta tertinggi sekaligus pemilik arwah, berikanlah damai dan ketenangan pada gerombolan dombamu yang mengenaskan ini.”

Di dalam “Deklarasi Paham Komunis”, Marx secara jelas menyatakan bahwa dirinya hendak membasmi semua agama, namun istrinya justru menyebutnya sebagai pendeta tertinggi dan pemimpin aliran, pendeta dan pemimpin aliran yang mana yang dimaksud di sini? Mengapa harus menulis surat pendeta kepada seorang penganut paham ateis seperti ini? Dimana surat-surat itu? Kehidupan Marx dalam periode ini belum dieksplorasi.

Dalam puisinya berjudul Human Pride, Marx mengakui bahwa tujuannya bukanlah memperbaiki, memperbaiki kumpulan, atau memperbaharui dunia, akan tetapi adalah menghancurkan dunia, dan bergembira karenanya:

Dengan membawa cemooh, wajahku di dunia, melemparkan tangan besi ke segala penjuru, sambil melihat keruntuhan benda besar yang seperti orang kerdil itu, namun keruntuhan mereka tidak akan memadamkan emosi di dalam diriku.

Waktu itu, aku akan berlalu di tengah puing-puing reruntuhan dunia ibarat Tuhan yang berjalan dengan kemenangan.Saat perkataanku mendapat kekuatan yang sangat besar, aku akan merasakan aku sederajat dengan Sang Pencipta.Apakah hanya puisi ini yang menampakkan pikiran iblis Marx? Kita tidak tahu, karena para pelindung naskah karya-karya Marx masih menjaga rahasia dengan ketat terhadap semua karya Marx yang berjumlah besar.

Albert Camus dalam bukunya Revolusioner mengatakan:
Marx dan Friedrich Engles memiliki 30 jilid karya tulis yang belum diterbitkan, ungkapan pemikiran kelancangan di dalam karya tersebut, tidak seperti paham Marx yang diketahui khalayak ramai. Membaca karya tersebut, saya meminta agar sekretaris saya mengirim surat ke Institut Marx di Moskow, untuk mencari tahu kebenaran atas perkataan penulis Prancis ini. Saya pun mendapat balasan. Dalam surat tersebut wakil dekan Institut Marx bernama Profesor M. Mtchedlov berkata bahwa Camus salah. Karya Marx mencapai lebih dari 100 jilid, hanya 13 jilid di antaranya yang dicetak untuk umum. Ia mencari suatu alasan yang tidak masuk akal atas hal ini, yakni: PD II telah menghambat terbitnya buku-buku lain. Surat itu ditulis pada 1980, yakni 25 tahun setelah berakhirnya PD II, waktu itu di Uni Soviet bahkan bar dan pengalengan ikan milik negara pun memiliki uang berlimpah. (EpochTimes/lie)

Hidup Kacau
Semua pengikut iblis yang aktif pasti memiliki kehidupan yang kacau balau, Marx juga tidak luput.
Arnold Kunzli dalam buku ‘Cita-Cita Karl Marx’ menulis: dua putri dan seorang menantu Marx bunuh diri, sementara 3 orang anak lainnya mati karena kurang gizi. Putri Marx yang bernama Laura menikahi seorang paham sosialis bernama Paul Lafargue, ia mengubur sendiri 3 anak darah dagingnya, lalu bunuh diri bersama dengan suaminya. Putri Marx lainnya, Eleanor, memutuskan melakukan hal yang sama bersama suami, putrinya tewas, namun sang suami Edward menciut nyalinya di saat-saat terakhir.

Marx dan pembantu rumah tangganya, Helen Demuth, memiliki seorang anak haram, kemudian Marx melimpahkan tuduhan itu adalah anak Engels, dan Engels pun menerima hal itu. Marx juga kecanduan alkohol - Dekan Ria-zanov dari Institut Marx-Engels di Moskow dalam buku berjudul ‘Karl Marx, Mai, pemikir dan revolusioner’ mengakui fakta ini.

Marx, sang revolusioner yang agung, masih memiliki banyak cacat yang lebih parah lagi.
Pada 9 Januari 1960, koran Jerman Reichsruf pernah memberitakan suatu fakta: PM Austria Raabe pernah memberikan surat tulisan tangan Karl Marx kepada pemimpin Uni Soviet Nikita Krushchev. Krushchev sangat tidak suka, karena surat itu membuktikan bahwa Marx pernah menjadi informan rahasia bagi polisi Austria dengan diberi imbalan, Marx adalah mata-mata yang menjadi musuh dalam selimut dalam kelompok revolusioner.Surat ini ditemukan secara tidak sengaja di Gedung Arsip Rahasia. Surat itu membuktikan bahwa Marx adalah pembocor rahasia, dan ia pernah mengadukan rekan-rekannya saat di pengasingan di London. Tiap kali Marx memberikan suatu informasi, ia mendapatkan imbalan sebesar 24 Pounsterling.

Informasi yang diberikannya berkaitan dengan para revolusioner yang diasingkan di London, Paris, dan juga Swiss. Salah seorang yang dikhianatinya adalah Ruge, ia sendiri mengaku sebagai teman baik Marx. Hubungan surat menyurat yang hangat antara keduanya hingga saat ini masih tersimpan baik sebagai bukti.

Marx sama sekali tidak merasa ia berkewajiban menghidupi keluarganya, meski dengan kemampuannya menguasai banyak bahasa, Marx dengan mudah dapat melakukan hal ini. Sebaliknya ia terus mengemis pada Engels untuk bertahan hidup. Menurut data dari Institut Marx, selama hidupnya Marx telah menguras sekitar 6 juta Franc dari Engels.

Meskipun demikian, Marx tetap menerima warisan dari keluarganya. Saat salah seorang pamannya sedang sekarat, Marx menulis: “Seandainya anjing itu mati, maka tidak ada lagi yang bisa menghalangi saya.”

Sementara terhadap orang yang lebih dekat dibanding pamannya, Marx sama sekali tidak memiliki belas kasih. Bahkan saat membicarakan ibunya juga demikian. Dalam suratnya kepada Engels pada Desember 1863, Marx menulis:

“Dua jam lalu aku menerima teleks, mengenai kematian ibuku. Takdir harus membawa pergi seorang anggota keluarga. Satu kakiku sudah di dalam kuburan, dalam banyak situasi, yang aku butuhkan bukan seorang perempuan tua, tapi juga yang lainnya. Aku harus pergi ke Trier untuk mendapatkan warisan.”

Hanya itu yang ingin dikatakan Marx atas kematian ibunya. Selain itu, ada bukti kuat yang membuktikan betapa buruknya hubungan Marx dengan istrinya. Sang istri dua kali meninggalkannya, namun kemudian kembali lagi. Setelah istrinya meninggal, Marx bahkan tidak menghadiri pemakamannya.

Marx yang selalu butuh uang, mengalami kerugian besar dalam transaksi saham. Sebagai ekonom yang agung, ironisnya Marx hanya tahu cara kehilangan uang.

Hanya San Tui Dapat Ubah Nasib 'Temani Aku Di Bawah'
Seorang pria tua yang mempelajari ilmu ilmiah dan merupakan seorang anggota partai, dimutasi ke kampung halaman di Sichuan, Tiongkok. Setelah setengah hayat menjabat sebagai ketua kelompok riset paham Marxisme, ia merekomendasikan situs internet www.marxists.org dan juga buku berjudul ‘Marx and Satan’ kepada teman saya.

Pak tua itu berkata, “Saya ketakutan sampai berkeringat dingin! Ternyata selama ini saya telah bergabung dengan aliran iblis!”Data diunduh dari situs, lalu seluruh anggota keluarganya melakukan San Tui (Tiga pengunduran diri dari Partai Komunis dan segala organisasi yang terkait).

Pak tua menganjurkan teman saya itu, “Jika tidak ingin menjadi ‘teman’ Marx, mengundurkan diri dari partai komunis secara otomatis setelah tidak membayar iuran saja tidak cukup, jika hendak mengubah nasib ‘menemaniku di bawah’, harus paham dulu Karl Marx itu, dan secara total putus hubungan dengannya.”

Sejumlah staf tua sepertinya telah menyangkal Marx, maka arwahnya akan terbuang, menganggap menemui Marx setelah mati sebagai suatu kehormatan, mereka tidak tahu bahwa Marx menganggap kaum proletariat sebagai orang bodoh, dan menyebut karyanya sendiri sebagai kotoran.

Sebelum Engels terpengaruh oleh Marx, dalam bukunya ‘The Magyar Struggle’ menuliskan: “Karl Marx yang berpura-pura berjuang demi kaum proletariat, telah menyebut kaum tersebut sebagai ‘orang bodoh, begundal, dan bokong’.” Filsof Tiongkok kuno Zhuang Zi berkata: “Lama di dalam cangkang kerang, tidak akan tercium amisnya.” Maka betapa bodoh dan tercemarnya jika orang memuja buku ‘kotoran’ tersebut sebagai kitab berharga! Sepengetahuan saya, di antara para penulis terkenal, hanya Karl Marx satu-satunya penulis yang mengatakan bahwa karyanya itu adalah ‘kotoran’ dan ‘buku yang jorok.’ Ia sendiri merasa dan memang berniat memberikan karya yang kotor kepada pembacanya. Tidak heran para pengikutnya, seperti partai komunis di Rumania dan Mozambique, memaksa tahanannya memakan kotorannya sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar