Kamis, 26 April 2012

Meninjau Fengshui dari Kacamata Rasional


Minggu lalu, saya bertemu dengan salah seorang klien, seorang pengacara. Ada perubahan nyata dari penampilannya kali ini dibanding ketika pertama kali bertemu. Lebih cerah dan berseri. Meskipun clue ini merefleksikan sesuatu yang positif, untuk konfirmasi saya menanyakan keadaannya. Adakah perbaikan setelah penerapan “low-cost” cure yang saya sarankan? Beliau mengakui bahwa sekarang ini merasa lebih baik dari beberapa tahun terakhir.

Sekarang beliau lebih “menikmati hidup”, lebih rileks dengan “bottom line” yang baik dibanding beberapa tahun sebelumnya. Menurut pengakuannya, pada waktu audit dan cure diterapkan dia belum yakin bahwa feng shui yang diatur dengan baik akan memberikan efek positif bagi kehidupannya. Sekarang pandangannya telah berubah…

Berbeda dengan teori motivasi yang mensyaratkan kepercayaan dan keyakinan “Anda bisa jika Anda percaya dan yakin”, feng shui tidak memerlukan kepercayaan atau keyakinan siapapun.

Juga berbeda dengan ilmu materialisasi yang mensyaratkan visualisasi obyek dalam pikiran Anda, feng shui tidak peduli ada visualisasi atau tidak. Feng shui tetap akan bekerja meski orang tidak menyakini, mempercayai atau memikirkannya. Mengapa demikian?

Sebagai contoh, jika Anda tinggal di Bantar Gebang persis disamping tempat pembuangan sampah, tidak peduli Anda percaya atau tidak, bau yang tidak sedap pasti akan tercium. Saya selalu menekankan, Anda tidak perlu mempercayai feng shui karena feng shui bukan sebuah agama. Jalankan saja dan lihat hasilnya. Sama seperti Anda melakukan latihan Tai Chi, Anda tidak perlu percaya bahwa latihan yang benar akan menyehatkan. Just do it!

Dari syarat-syarat keilmuan yang terpenuhi (deskripsi dan prediksi bahkan falsifikasi Popper), feng shui dapat digolongkan sebagai ilmu fisika karena mengungkapkan fenomena alam dengan hukum-hukumnya yang terbukti valid. Teori dualisme Yin Yang misalnya, adalah sebuah teori yang paling realible. Adakah fenomena alam yang tidak sejalan dengan teori ini?

Bagaimana wajah dunia jika tidak ada sistem matematika feng shui? Yang pasti peradaban manusia tidak akan mengenal komputer atau peralatan elektronika. Feng Shui adalah dasar digitalisasi! Gottfried Wilhelm Leibniz, seorang filsuf Eropa terkenal, mendapat “insight” system aritmetika binary yang menjadi dasar digitalisasi karena model matematika seorang Feng Shui Master abad 11, Shao Yung (1011-1077)-Encyclopedia Britannica.

Kalau bagian peripheral dari ilmu feng shui saja telah mengubah sejarah manusia, bagaimana bagian intinya? Chi sebagai sentral ilmu feng shui sudah terbukti sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, pengobatan herbal dan akupuntur misalnya. Para filsuf tiongkok kuno berpendapat bahwa chi adalah energi primordial yang dihembuskan oleh Tuhan, merupakan sumber energi terpenting bagi kehidupan di alam semesta. Dari bakteri sampai manusia semuanya hidup karena chi.

Memang sangat sulit melihat chi secara visual, kecuali pada beberapa orang yang memiliki kepekaan indera yang tinggi. Secara simbolik beberapa master mengungkapkan chi seperti uap yang keluar dari orang menanak nasi. Ada juga yang menggambarkan chi adalah sejenis cahaya yang panjang gelombangnya diatas sinar ultraviolet dan sinar gamma.

Menurut saya agar mudah dirasionalisasi, chi dapat direpresentasikan oleh seluruh spectrum sinar radiasi yang berasal dari matahari. Pendapat ini didasari dua argumentasi. Pertama, tanpa sinar matahari, tidak ada kehidupan. Kedua, pada kondisi sinar yang tidak seimbang, juga tidak ada kehidupan. Kedua syarat ini sejalan dengan prinsip fengshui “chi yang balance akan memberi kehidupan”.

Dari realitas diatas bukankah feng shui memiliki pijakan rasional? Sayangnya perkembangan feng shui di Indonesia masih terhambat oleh persepsi negative. Persepsi ini timbul karena keterbatasan rasionalitas manusia dalam memahami fenomena alam seperti energi bumi misalnya. Sesuatu yang tidak dapat dilihat dianggap tidak ada. Apakah ini logis? Justru sangat tidak logis. Kisah dalam Kitab Suci membuktikan hal ini.

Misalnya kisah orang Majus. Mengapa mereka disebut orang bijak? Karena mereka mampu melihat yang tak terlihat. Ahli Taurat Yahudi tidak mampu melihat bakal lahirnya Yesus. Raja Herodes yang diklaim “Agung” plus seluruh cendekiawannya juga tidak dapat melokalisir dimana dan kapan Nabi Isa akan lahir. Ironisnya, orang Majus dari “Timur” mampu menditeksi hanya dengan melihat pola bintang. Beberapa tahun sebelum hari “H”, mereka sudah berjalan menuju Bethlehem dan secara presisi “tempat dan waktu” menemukan kandang domba “dimaksud”.

Dalam dunia science modern, kita juga memiliki banyak “orang majus”. Salah satunya adalah Dr. Ernst Hartmann-seorang dokter berkewarganegaraan German yang berhasil melihat jaringan energi dipermukaan bumi. Untuk menghormati temuannya jaringan energi ini disebut sebagai Hartmann Net. Jaringan energi ini adalah sebuah rangkaian energi bumi yang membentang dari Utara ke Selatan dan dari Timur ke Barat dalam bentuk grid. Energi yang timbul dapat dikategorikan sebagai energi radiasi yang muncul dari tanah membentuk kotak dengan lebar 21 cm. Berorientasi ke Utara dan Selatan dengan interval 2 meter. Ketika membentang dari Timur ke Barat ukurannya adalah 2,5 meter.

Yang menarik, setiap simpul pertemuan dari garis-garis energi ini memiliki berbagai konsekwensi. Ada yang menghasilkan energi dengan double positif, ada juga yang double negative. Disamping itu kadang energi ini berupa single positif atau single negative. Perubahan energi ini terjadi secara dinamik, tergantung berbagai gangguan, perubahan musim dan perubahan tahun. Garis energi Utara dan Selatan bersifat Yin atau energi dingin.

Aktifitas energinya bersifat lambat, berhubungan dengan musim dingin, dan dapat menyebabkan kram, kelembaban dan segala bentuk penyakit rematik. Energi hangat atau Yang (Garis energi Timur dan Barat) bersifat panas, kering dan aktif. Jika dikaitkan dengan penyakit, energi ini menyebabkan segala bentuk pembengkakan.

Gambar diatas adalah copyright dari Governors State University, Division of Intercultural Studies, University Park, Illinois.

Lebih mendalam dari pengamatan Dr. Hartmann, beberapa pengamat melihat bahwa garis-garis energi ini persis sama dengan garis meridian di tubuh manusia (dalam teknik pengobatan akupuntur).

Dengan demikian maka tidak heran jika sebuah simpul energi bangunan terganggu maka akan segera mempengaruhi tubuh manusia. Tergantung dari jenis energi di bumi dan kekuatan tubuh seseorang, sebuah energi negative akan menjadi berbahaya jika kondisi tubuh lemah. Atau dalam keadaan tubuh yang normal, namun energi bumi menjadi double negative karena gangguan dari lingkungan sekitar (misalnya bentuk bangunan yang runcing-mengarah pada lokasi sebuah rumah). Sayangnya, tidak mudah bagi orang awam untuk melihat mana yang menjadi negative dan mana yang positif.

Feng shui adalah sebuah “tools box” yang dikembangkan dengan matematika supercanggih untuk melihat sifat positif dan negative dari distribusi energi bumi dan pengaruhnya terhadap manusia. Sejalan dengan temuan dalam ilmu psikologi lingkungan, feng shui melihat bahwa lingkungan yang balance energinya akan memberi pengaruh terhadap perilaku manusia.

Jika ilmu psikologi lingkungan dapat memprediksi jenis perilaku apa yang bakal muncul dari sebuah stimulus lingkungan, maka pendekatan yang sama dilakukan oleh feng shui dengan melihat pada tata letak, bentuk, warna dan waktu. Karena lingkungan fisik umumnya adalah tempat yang stabil (jarang berubah dalam kurun waktu yang panjang) maka lama-kelamaan perilaku akan menjadi habit dan selanjutnya seperti perkataan Stephen Covey akhirnya menjadi “Nasib” kita. Bukankah pada awalnya kita membentuk lingkungan tempat tinggal kita, namun lambat laun lingkungan akan membentuk kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar