Percobaan menunjukkan, anjing, simpanse dan hewan cerdas lain juga mampu mempelajari makna kata. Perbedaan mendasarnya terletak pada kemampuan manusia merangkai kata itu.
Hal yang membedakan manusia dari hewan-hewan cerdas itu adalah kemampuan manusia merangkai kata dengan satu urutan kata untuk menyampaikan sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Singkatnya, kalimat, bukan kosa kata, merupakan ciri khas sesungguhnya dari bahasa.
Kini, tim peneliti yang mempelajari dasar syaraf bahasa menunjukkan jalur di otak yang membuat manusia mampu menggabungkan kata-kata itu menjadi kalimat. Jalur ini terpisah dari yang digunakan untuk mengingat arti kata-kata individu dengan kemampuan manusia yang juga ada pada hewan.
Kebanyakan riset sebelumnya pada sains syaraf dari bahasa fokus pada bundel neuron di dua wilayah otak yang disebut daerah Broca dan daerah Wernicke, sebagai jalur hubungan utama pengolahan bahasa.
Sudah lama diketahui, daerah itu terhubung satu sama lain oleh jalur ‘materi putih’ atas dan bawah yang merupakan string sel lipid dan membawa sinyal saraf. Bagian ini juga belum dipelajari mengingat luasnya fungsi neuron.
Hasil riset terbaru yang diterbitkan jurnal Neuron mengungkap untuk pertama kalinya peran penting dan berbeda yang dimainkan dua jalur ini. Sementara kosa kata diakses sepanjang jalur yang lebih rendah, arti kombinasi kata diakses sepanjang jalur atas.
Untuk sampai pada kesimpulan itu, para peneliti menggunakan pencitraan resonansi magnetik (MRI) untuk memvisualisasiotak pasien penderita neurodegenerative yang disebut ‘aphasias’ yang mempengaruhi kemampuan bahasa mereka. Di saat sama, kemampuan pasien memahami kalimat diuji.
Para peneliti menemukan perbedaan jelas antara pasien yang memiliki kerusakan pada jalur bahasa bagian atas dan jalur bawah. Terungkap, rute terpisah penggunaan otak memanfaatkan informasi yang tersimpan di daerah Broca dan Wernicke. “Jika jalur bawah Anda rusak, kerusakan ada di leksikon dan semantik,” jelas pemimpin peneliti Stephen Wilson dari University of Arizona.
Seringkali orang lupa nama sesuatu, lupa arti kata namun secara mengejutkan, sangat pandai dalam membangun kalimat, lanjutnya. “Kerusakan di jalur atas berakibat sebaliknya, pasien bisa mengetahui nama dengan cukup baik, tahu arti kata dan memahaminya namun ketika diminta mengingat untuk mencari tahu arti kalimat yang kompleks, mereka gagal,” katanya.
Jika sulit memahami ini, contoh sederhananya, para peneliti menanyai pasien. “Seorang pria sedang berjalan di sepanjang rel kereta api. Dia tak mendengar kereta datang. Apa yang terjadi pada orang itu?.”
Kebanyakan orang normal akan menjawab, “Orang itu ditabrak kereta api.” Hasil studi ini menemukan, orang yang jalur bahasa atasnya rusak namun jalur bawah sempurna utuh akan menjawab “kereta api, pria, tertabrak.”
Hal ini mengingatkan pada bahasa primitif yang bisa diperoleh simpanse, seperti Nim Chimpsky, seekor simpanse yang diajarkan bahasa isyarat ilmuwan pada 1970. Nim tak memiliki kapasitas sintaks dan akan menandai rangkaian kata secara acak seperti ‘Beri saya beri jeruk makan jeruk makan jeruk saya memberi saya makan jeruk memberikan Anda’.
Sebaliknya, para peneliti menguji pemahaman kalimat pasien dengan menyajikan kalimat seperti, “Gadis yang mendorong anak itu berwarna hijau,” dan kemudian menanyakan mana dari dua gambar yang menggambarkan skenario akurat itu. Gambar itu sendiri menampilkan, gadis hijau mendorong anak dan gadis mendorong anak hijau.
“Orang yang jalur bawahnya rusak bisa melakukan hal ini dengan sangat baik. Hal ini menunjukkan, kerusakan pada jalur ini tak mengganggu kemampuan manusia menggunakan fungsi kecil kata-kata atau ujung fungsional pada kata-kata untuk mengetahui hubungan antara kata-kata dalam kalimat,” kata Wilson. Namun kelompok pasien dengan yang rusak jalur atasnya tak mengetahui beda gadis hijau dan anak hijau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar